Ditulis oleh: Ailsa Digna A
Adalah wajar jika manusia melakukan sebuah dosa atau pelanggaran terhadap aturan Tuhannya. Namun, kewajaran tersebut bukan hal yang harusnya dibiarkan oleh seorang muslim dengan alasan manusia adalah tempat kesalahan dan kebenaran. Justru karena menyadari dirinya adalah sebuah makhluk yang memiliki kesalahan dan kebenaran, maka kebenaran yang dimilikinya harus dapat mengalahkan atau mencegah kesalahan yang ada dalam dirinya. Slogan manusia adalah tempat kesalahan dan kebenaran bukanlah yang harus menjadi dasar bahwa melakukan kesalahan terus menerus adalah tidak apa apa. Justru slogan itu harusnya menyadarkan kita, bahwa kita memiliki kemampuan untuk terus berbuat baik semampu kita.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh seorang muslim dalam perjalanannya menjadi muslim yang kaffah adalah dengan cinta. Jalan cinta yang ditempuhnya dapat memperkecil kemungkinan untuknya berbuat hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Salah satu pesan dari Guru mulia al-Habib Umar bin Hafidz—beliau adalah seorang ulama dari Yaman, Hadromaut—kurang lebih ialah, “Lakukanlah segala sesuatu dengan cinta, maka semua akan terasa mudah”. Cinta yang ada dalam hati akan meringankan semua pekerjaan yang kita cintai. Pekerjaan itu akan terasa lebih mudah bahkan menyenangkan karena kita merasa sedang bersama apa yang kita cintai.
Begitu juga dengan menjadi muslim yang kaffah dengan jalan cinta. Ketika seorang muslim mencintai Allah, maka dia akan dengan mudah untuk melaksanakan setiap kewajiban yang Allah perintahkan, karena itu adalah perintah dari wujud yang dicintainya, bahkan kewajiban adalah kebutuhan baginya. Ia selalu menunggu bagian dirinya mendapatkan kewajiban. Hanya karena cinta.
Dan, dengan menjauhi larangannya, jika seorang muslim memiliki cinta pada Allah di hatinya, niscaya akan dengan mudah dia menjauhi semua hal-hal yang dibenci oleh Allah Swt. Bagaimana mungkin jika kita mencintai seseorang, lalu kita melakukan hal yang tidak disukai oleh orang tersebut? begitu juga dengan cinta kepada Allah. Bagaimana mungkin seorang hamba melakukan maksiat namun dia mengatakan bahwa dia mencintai Allah?
Ketika cinta telah tumbuh di dalam hati seorang muslim kepada Tuhannya. Maka, cinta itu telah menjadi makna dari setiap tindakan yang dilakukannya. Karena cinta, dia akan merasakan sebuah kebahagiaan saat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dia tidak akan merasa bahwa dia telah berkorban untuk Allah yang dicintainya. Karena, kalau memang dia cinta, maka dia tidak akan pernah merasa sudah mengorbankan waktu dan dirinya untuk Allah. Jika mengorbankan dia harus memiliki rasa keterpaksaan, maka dengan cinta dia tidak akan merasa ada keterpaksaan saat mematuhi Allah.
Kaffah sendiri ialah memiliki makna seutuhnya. Haruslah seorang muslim menjadi muslim yang kaffah, karena ini adalah termasuk perintah Allah dalam al-Quran. Wajiblah seorang muslim mengamalkan hidupnya dengan aturan Islam sekecil apapun itu. Karena, bila menjadi muslim dan menganggap aturan-aturan dalam Islam seperti prasmanan—yang dapat dipilih mana yang diinginkan, mana yang tidak diinginkan—maka, untuk apa dia memilih menjadi Muslim yang maknanya adalah menyerahkan diri kepada Allah.
Berserah diri kepada Allah adalah dengan sukarela memberikan hidup dan matinya kepada Allah. Sukarela memberikan jiwa dan raganya kepada Allah. Maka dari itu, apakah dapat dikatakan dia muslim yang baik ketika dia belum menjalankan hidup sebagaimana seharusnya seorang muslim hidup? ini bukan berarti seorang muslim harus menentang setiap aturan pemerintah yang mungkin tidak sesuai dengan syariat Islam. Tapi, hal ini dimulai dari diri muslim itu sendiri, bagaimana bersikap yang baik pada hal yang berlawanan dengan pilihannya.
Penyerahan diri bukan hanya dalam bentuk kalimat yang diucapkan pada lafal susunan doa iftitah yang biasa kita baca setiap shalat—dalam hal ini ada doa iftitah yang berlafal lain--, namun juga pada aktivitas setiap hari yang dimana hatinya selalu berniat untuk Allah dan Rasul-Nya. Selalu menuju pada akhirat dan tidak mengejar dunia.
Itulah mengapa cinta bisa menjadi salah satu jalan untuk menjadi muslim yang kaffah. Karena cinta, seorang muslim akan dengan mudah untuk mematuhi Tuhannya. alasannya karena cinta. Ketika sudah tergila-gila dengan Tuhannya, apapun dia lakukan demi Tuhannya.
Selamat mencintai sahabat...
hiduplah dengan cinta...
cinta memang tak dapat mengenyangkan perutmu
tapi dia menghidupkan hatimu
mempersambungkan kamu dengan segalanya
Adalah wajar jika manusia melakukan sebuah dosa atau pelanggaran terhadap aturan Tuhannya. Namun, kewajaran tersebut bukan hal yang harusnya dibiarkan oleh seorang muslim dengan alasan manusia adalah tempat kesalahan dan kebenaran. Justru karena menyadari dirinya adalah sebuah makhluk yang memiliki kesalahan dan kebenaran, maka kebenaran yang dimilikinya harus dapat mengalahkan atau mencegah kesalahan yang ada dalam dirinya. Slogan manusia adalah tempat kesalahan dan kebenaran bukanlah yang harus menjadi dasar bahwa melakukan kesalahan terus menerus adalah tidak apa apa. Justru slogan itu harusnya menyadarkan kita, bahwa kita memiliki kemampuan untuk terus berbuat baik semampu kita.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh seorang muslim dalam perjalanannya menjadi muslim yang kaffah adalah dengan cinta. Jalan cinta yang ditempuhnya dapat memperkecil kemungkinan untuknya berbuat hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Salah satu pesan dari Guru mulia al-Habib Umar bin Hafidz—beliau adalah seorang ulama dari Yaman, Hadromaut—kurang lebih ialah, “Lakukanlah segala sesuatu dengan cinta, maka semua akan terasa mudah”. Cinta yang ada dalam hati akan meringankan semua pekerjaan yang kita cintai. Pekerjaan itu akan terasa lebih mudah bahkan menyenangkan karena kita merasa sedang bersama apa yang kita cintai.
Begitu juga dengan menjadi muslim yang kaffah dengan jalan cinta. Ketika seorang muslim mencintai Allah, maka dia akan dengan mudah untuk melaksanakan setiap kewajiban yang Allah perintahkan, karena itu adalah perintah dari wujud yang dicintainya, bahkan kewajiban adalah kebutuhan baginya. Ia selalu menunggu bagian dirinya mendapatkan kewajiban. Hanya karena cinta.
Dan, dengan menjauhi larangannya, jika seorang muslim memiliki cinta pada Allah di hatinya, niscaya akan dengan mudah dia menjauhi semua hal-hal yang dibenci oleh Allah Swt. Bagaimana mungkin jika kita mencintai seseorang, lalu kita melakukan hal yang tidak disukai oleh orang tersebut? begitu juga dengan cinta kepada Allah. Bagaimana mungkin seorang hamba melakukan maksiat namun dia mengatakan bahwa dia mencintai Allah?
Ketika cinta telah tumbuh di dalam hati seorang muslim kepada Tuhannya. Maka, cinta itu telah menjadi makna dari setiap tindakan yang dilakukannya. Karena cinta, dia akan merasakan sebuah kebahagiaan saat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dia tidak akan merasa bahwa dia telah berkorban untuk Allah yang dicintainya. Karena, kalau memang dia cinta, maka dia tidak akan pernah merasa sudah mengorbankan waktu dan dirinya untuk Allah. Jika mengorbankan dia harus memiliki rasa keterpaksaan, maka dengan cinta dia tidak akan merasa ada keterpaksaan saat mematuhi Allah.
Kaffah sendiri ialah memiliki makna seutuhnya. Haruslah seorang muslim menjadi muslim yang kaffah, karena ini adalah termasuk perintah Allah dalam al-Quran. Wajiblah seorang muslim mengamalkan hidupnya dengan aturan Islam sekecil apapun itu. Karena, bila menjadi muslim dan menganggap aturan-aturan dalam Islam seperti prasmanan—yang dapat dipilih mana yang diinginkan, mana yang tidak diinginkan—maka, untuk apa dia memilih menjadi Muslim yang maknanya adalah menyerahkan diri kepada Allah.
Berserah diri kepada Allah adalah dengan sukarela memberikan hidup dan matinya kepada Allah. Sukarela memberikan jiwa dan raganya kepada Allah. Maka dari itu, apakah dapat dikatakan dia muslim yang baik ketika dia belum menjalankan hidup sebagaimana seharusnya seorang muslim hidup? ini bukan berarti seorang muslim harus menentang setiap aturan pemerintah yang mungkin tidak sesuai dengan syariat Islam. Tapi, hal ini dimulai dari diri muslim itu sendiri, bagaimana bersikap yang baik pada hal yang berlawanan dengan pilihannya.
Penyerahan diri bukan hanya dalam bentuk kalimat yang diucapkan pada lafal susunan doa iftitah yang biasa kita baca setiap shalat—dalam hal ini ada doa iftitah yang berlafal lain--, namun juga pada aktivitas setiap hari yang dimana hatinya selalu berniat untuk Allah dan Rasul-Nya. Selalu menuju pada akhirat dan tidak mengejar dunia.
Itulah mengapa cinta bisa menjadi salah satu jalan untuk menjadi muslim yang kaffah. Karena cinta, seorang muslim akan dengan mudah untuk mematuhi Tuhannya. alasannya karena cinta. Ketika sudah tergila-gila dengan Tuhannya, apapun dia lakukan demi Tuhannya.
Selamat mencintai sahabat...
hiduplah dengan cinta...
cinta memang tak dapat mengenyangkan perutmu
tapi dia menghidupkan hatimu
mempersambungkan kamu dengan segalanya
Ditunggu karya berikutnya ��
BalasHapusWaa maa syaa Allah.. insyaa Allah siyap mbak ❤️��
BalasHapusTulisan yg menginspirasi, ditunggu kabar dan karya terbarunya :)
BalasHapusBagus mbak karyanya..mampir ke blog aku juga ya😊
BalasHapus