“Ketika tikus-tikus orator tercipta dari para generasi yang tidak jujur. Bahkan di bangku perkuliahan sekalipun. Jangan tanyakan, mengapa sampai saat ini bahkan 10 tahun ke depan masih banyak tikus tikus orator yang berdecit di atas panggung kekuasaan.Karena bahkan engkau enggan untuk memperbaiki dirimu. Barang soal kejujuran sekalipun.”—Ailsa
Minim angka kejujuran pada dewasa ini adalah menjadi bahan pikiran bagi mereka yang peduli terhadap tingginya nilai kejujuran.
Menyepelekan sebuah kejujuran akan berdampak pada pengakuan aktifitas lainnya.
Utamanya saat terdesak, kejujuran menjadi barang mahal untuk dilakukan.
Nasihat yang tidak tahu siapa sumbernya, berisikan tentang, Kejujuran adalah lebih baik, walaupun menyakitkan. Suatu kebenaran menjadi hal yang ‘kolot’ untuk manusia modern zaman sekarang. Tidak pantas pula, manusia modern mengatakan kejujuran adalah hal kolot, lampau, tidak gaul, bahkan tidak asyik. Manusia modern mengatakan kebaikan adalah yang buruk.
Menganggap maju adalah tindakan yang melanggar aturan. Apakah dapat dikatakan maju ketika melanggar aturan Allah? Bahkan mereka tak sanggup membeli oksigen barang satu hirup sekalipun.
Hal sederhana ini menjadi perhatian sedikit orang. Kejujuran menjadi hal yang ditakuti. Kejujuran menjadi hal yang diancam oleh orang yang lebih berkuasa. Kejujuran dianggap tidak gaul, tidak asik, bahkan tidak berani oleh generasi dewasa ini.
Tapi, mereka berani melawan Allah yang selalu memantau mereka. Jalan pikiran seperti apa yang mereka lalui?
Sederhana saja, dalam lingkungan pelajar—siswa hingga mahasiswa—ini adalah sebuah hal yang sulit ditemui. Ujian menjadi contoh nyata untuk soal kejujuran.
Berbohong adalah penyakit mental. Tidak percaya diri pada kebenaran adalah penyakit mental. Tidak percaya bahwa kejujuran lebih Allah sukai dibanding berbohong adalah penyimpangan. Berbangga dengan nilai besar karena hasil contekan—berbohong—adalah kebodohan. Bagaimana tidak disebut bodoh ketika membanggakan sebuah kesalahan. Dosa. Siapa yang mau membanggakan dosa? di dunia sengsara, akhirat terkena siksa. Apa yang mau dibanggakan? Nilai itu akan menjadi hukuman untukmu. Bukan syafaat (penolong)mu di akhirat nanti.
Lalu, generasi yang sibuk membangun 'peradaban' berbohong itu: sibuk mengkritik, memarahi, menyindir, tikus tikus orator yang asyik duduk di kursi empuk. Berudarakan pendingin ruangan, ditambah harumnya pewangi ruangan. Membenarkan dasi seakan telah berhasil--dengan kebohongannya.
Yang tidak jujur haruslah berhati-hati. Diri itu dapat berpotensi menjadi tikus-tikus orator.
Ketidak jujuran adalah hal yang sulit untuk disembuhkan.
Para calon tikus tikus orator itu sibuk menghujat para elit tikus orator.
Menggemakan demokrasi, kemerdekaan, tapi mereka bahkan memenjarakan diri mereka sendiri dengan keburukan. Kebohongan salah satunya.
Sahabat, membangun sebuah peradaban yang baik adalah perlu perlawanan hawa nafsu yang hebat. Di mulai dari diri kita sendiri. Jangan sibuk menghujat dan melihat kesalahan orang lain. Balik cermin itu. Usap debu merasa benar dari cermin itu. Lihat dirimu. Apakah dirimu sudah bisa memimpin dari kebohongan atau belum.
Tidak usah sibuk mengatakan siapa yang berbohong dan hendak memeranginya.
Perang sebenarnya adalah memerangi hawa nafsumu sendiri. Seperti apa yang dikatakan Nabi Muhammad Saw. setelah perang Badar.
رَجَعْتُمْ مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الْأَكْبَر يَا رَسُوْلُ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ
Artinya: "Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran akbar." Lalu, sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu, wahai Rasulullah Saw.? Rasul menjawab, “Jihad (memerangi) hawa nafsu.”
Kejujuran ini hendaknya diberlakukan sejak manusia kecil. Orang tua haruslah menjadi pendidik yang dapat mencontohkan sebuah kejujuran pada anak-anak mereka. Tidak hanya membuat mereka tahu bahwa kejujuran itu baik. Namun, juga membuat mereka paham bahwa kejujuran adalah hal yang sangat berharga bagi manusia.
Sebaiknya, orang tua juga menghargai kejujuran sang anak. Jangan memarahi dan menghina anak ketika mereka berkata jujur. Salah satu faktor penyimpangan salah satunya adalah tidak adanya penghargaan dalam hal hal kebaikan. Sehingga kebaikan tersebut dianggap hal yang tidak penting.
Ajarkan dan tanamkan bibit-bibit akhlak Nabi Muhammad Saw.
Para pendidik, seperti guru. Juga dalam pertemanan. Harusnya ada penghargaan dalam hal kejujuran. Tidak meremehkan hal kecil yang berdampak besar ini.
Jadilah pemuda yang mempunyai niat dan upaya untuk merubah karakter penerus bangsa, dimulai dari diri sendiri.
Tikus tikus orator tersenyum dalam penjara, karena yang memenjarakannya pun dapat pula memberinya santapan keju yang lezat.
Tulisan ini adalah kritik untuk para pelajar, sahabat, masyarakat, pemerintah, dan diri saya sendiri terutama.
Selamat membangun perdamaian dunia. Gunung pun terbentuk dari kerikil kerikil kecil yang berkumpul.
Dunia yang beradab adalah apa yang terbentuk dari hal-hal kecil meneladani Nabi Muhammad Saw.
Wallahu ‘alam
Komentar
Posting Komentar