Allahumma sholli'alaa sayyidinaa Muhammad wa'alaa aali sayyidina Muhammad
Sejujurnya saya bukan orang yang suka main salah-salahan. Dan metode salah-salahan bagi saya bukanlah menjadi salah satu metode yang saya pilih untuk penyelesaian masalah. Tapi agaknya masyarakat sekarang lebih banyak memilih metode salah-salahan dibanding instropeksi diri atas kejadian yang menimpa mereka.
Bukan, saya di sini bukannya tidak menghargai mental para korban kekerasan atau pelecehan seksual yang kasusnya mungkin 90 persen atau lebih korbannya adalah perempuan. Baik perempuan itu masih di bawah umur, remaja, remaja akhir, dewasa, atau bahkan seorang wanita yang telah menikah. Tapi, di sini saya hendak mengajak kawan kawan berpikir lebih jernih dan melihat secara luas, seluas-luasnya, walaupun mungkin tulisan saya tidak seluas itu.
Saya tidak akan membahas kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak, tapi di sini saya hendak mengangkat kejadian nyata kasus pelecehan seksual terhadap remaja dan remaja akhir.
Berawal dari kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu Universitas ternama di Palembang. Hingga terdengar kabar bahwa sang mahasiswi yang menjadi korban tersebut dihapus namanya dari daftar peserta wisudawan dan wisudawati pada hari kelulusan.
Sejak dari berita pelecehan tersebut, mulailah tersebar lagi berbagai macam kasus pelecehan seksual yang terpantau banyak terjadi pada mahasiswi semester akhir. Mengejar lulus dan dimanfaatkan oleh para dosen, yang katanya berpendidikan, untuk memuaskan nafsu kehewanan mereka. Iya, saya agak emosi kalau sudah membicarakan pelecehan ini.
Beberapa berita mulai mengangkat kasus pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi, hingga akhirnya sampai juga di telinga dan mata saya berita pelecehan yang dilakukan oleh seorang yang mengaku ustadz di pesantren, terhadap para santriwatinya. Bukan satuan, tapi mencapai belasan. Menyesal saya saat membaca bahwa dia mengaku dirinya ustadz. Jangan bawa bawa sebutan guru untuk melakukan kebejatan sih, bagi saya.
Dan beberapa hari saya berusaha acuh tak acuh dengan berita-berita semacam ini. Panas mata dan telinga saya mendengarnya. Ingin berontak, tapi siapalah saya, kena sentil juga tumbang. Akhirnya, hadirlah sosok manusia yang menyuruh saya menulis tentang hal ini. Hal yang saya hindari malah diminta untuk ditulis pendapat saya.
Tapi, cukup lama saya sudah tidak menulis, jadi mungkin sekarang waktunya saya beraksi dengan pendapat-pendapat saya yang ala kadarnya. Dan semoga, bisa saling membuka wawasan dan kesadaran ini.
Berawal dari pesan di direct message instagram saya, dikirimlah sebuah pesan kepada saya, sebut saja budiman. Iya pembaca yang budiman. Haha
bu.di.man
n orang yang berbudi, pintar, dan bijaksana.
Sedikit saya beritahu, salah satu kata dalam KBBI kita, saya yakin, banyak di sini para pembaca yang belum tahu makna budiman. Yah, setelah ini tahu kan?
Baiklah, budiman ini mengirim pesan kepada saya di pagi hari yang segar, saya habis menyapu dan mengepel lantai, sambil menyantap mie instan karena pada pagi hari itu saya pun sedang bersiap untuk berangkat kerja. Tapi sempat-sempatnya menulis opini panjang di direct message.
06.17 AM
“Mau tanya ini hehe. Beberapa minggu ini lagi banyak soal kasus pemerkosaan, menurut kamu apa yang salah? Perempuan? Laki-laki? Atau apa? Buat tulisan tentang itu saja hehe.”
Saya sedikit lama membalasnya, karena memikirkan kata kata apa yang pantas untuk kepanasan dari telinga dan mata saya beberapa hari ini.
Dan, saya juga sambil berpikir. Apa yang salah atau Siapa yang salah?
Dan yakinlah, saya sampai buka KBBI tadi pagi, untuk memastikan makna ‘siapa’ yang sebenarnya. Tidak perlu saya catat lagi di sini kan, haha.
Apa yang salah?
Dalam kasus pelecehan di pesantren, niat dari oknum mendirikan pesantren dengan latar belakang yang tidak memadai (berdasarkan sumber informasi dari akun tebuireng), saya pikir orang seperti oknum tidak pantas membangun pesantren dan dalam tanda kutip, hal wajar akhirnya oknum melakukan penyimpangan terhadap para santriwatinya.
Kalau perihal, itu santriwati juga salah, kenapa masuk ke pesantren yang mudirnya seperti itu. (mungkin ada yang beropini seperti ini).
Kalau mau dibilang salah, ya bagaimana mau dikatakan salah? Memang ada ya? Orang tua yang memasukkan anaknya ke pesantren dengan niat aneh. Yah, paling banter mungkin anaknya nakal, jadi ditaruh di pesantren supaya kalem sedikit, iya kan?
Sedangkan, menurut informasi akun tebuireng, yang memasukkan anak mereka ke pesantren banyak dari orang tua kalangan daerah. Kalau kata kita kebanyakan, mereka adalah masyarakat yang polos nan lugu, yang tahunya kalau sekolah berbasis pesantren atau pesantren benar benar, itu pasti baik.
Kemudian, kalau dilihat dari sistematika atau konsep pekerjaan admin, yang di mana admin tersebut juga diambil dari santri pondok pesantren abal-abal itu juga, apa masuk akal kalau sampai jam 2 pagi baru pulang. It’s weird sih, untuk saya. Ga masuk akal, konyol, aneh.
Apalagi saya yang kuliah di Sekolah Tinggi berbasis pesantren, sore saja menjelang magrib itu sudah mulai beres-beres, boro-boro malam hari. Malam pun hanya untuk rapat atau ada kegiatan penting yang teratur dan terpantau langsung oleh Kiai dan Nyai, selaku pimpinan yayasan sekolah tinggi kami.
Dan kembali lagi pada kepolosan santriwati ketika dilecehkan. Saya jujur saja, jika berada di posisi mereka mungkin juga bingung, cemas, khawatir, shock ada semua. Saya yang tangannya dipegang sengaja oleh laki laki saja sudah merasa direndahkan tapi tidak bisa langsung melawan, apalagi mereka.
Pada informasi yang lain, disampaikan bahwa pesantrennya tersebut tidak memiliki izin dari Kemenag. Tidak pantaslah disebut pesantren, dan dirinya tidak pantas disebut ustadz.
Dan pula, kinerja pemerintah pun juga harus lebih diperbaiki. Hal yang terjadi pada suatu negara tidak akan jauh jauh dari kinerja pemerintahannya. Selain memberikan hukuman yang pantas bagi seseorang yang telah merusak masa depan anak perempuan orang lain, menurut saya pemerintah ke depannya haruslah lebih luas dan rinci dalam mensosialisasikan sekolah sekolah, baik berbasis pesantren atau tidak, baik boarding school dan macam jenis sekolah lainnya kepada masyarakat luas. Baik masyarakat daerah hingga perkotaan. Hal ini sangat penting, untuk menjabarkan lebih rinci pondok seperti apa yang pantas dijadikan anak-anak tempat mengenyam pendidikan dan mendapatkan keberkahan guru-gurunya.
Serta pula, saya mau angkat perihal hukuman yang diberikan. Dalam beberapa kasus ada yang hanya diberikan 20-an tahun dalam penjara. Ya, saya bilang hanya, untuk saya tidak pantas seorang yang telah merusak manusia lain hanya dihukum dalam penjara bertahun tahun. Kalau bisa seumur hidup atau hukum kebiri saja yang seperti itu. Walaupun saya bukan anak jurusan hukum, tapi cukup geram saja. Siapa yang bisa mengganti perawannya seorang perempuan yang diambil dengan cara keji?! Siapa?!
Selain kasus pelecehan pada lembaga berbasis pesantren/boarding school, ada pula kasus yang terjadi pada lembaga akademik yang katanya keren bagi sebagian besar remaja sekarang. Universitas. Tinggal tertinggal julukan ‘ternamanya’.
Keren di nama doang, tapi akhlak, akidah dan attitude dari beberapa oknum tidak ada.
Orang-orang yang seperti ini, tidak usah dipertahankan di dalam lembaga akademik. Lembaga tempat belajar, bukan tempat memuaskan nafsu kehewanan.
Jika lembaga sudah bagus, lalu ada kasus, bagaimana coba saya tanya cara memperbaiki nama lembaga? Kalau baju kotor, dicuci kan? Bagian yang kotor, ya tidak jauh beda lah dengan seperti itu ‘metode’ nya. Tapi kebanyakan lembaga takut miskin. Iya, mereka lebih takut dunia dibanding Tuhan sendiri.
Dalam perihal kasus-kasus ini, yang akhirnya kita taruh dalam arsip ‘Kasus Pelecehan Seksual’, keputusan sementara yang diambil dari satu pihak, yakni saya sendiri, bahwa ada kegagalan pendidikan di sini. Baik kepada pelaku maupun oknum.
Pada awal pertama saya sudah bilang, saya tidak mau menggunakan metode salah menyalahkan siapa. Tapi lihat konteks/latar belakang yang mendukung/mencegah kasus ini terjadi.
Kegagalan pendidikan, secara garis besar, kegagalan pendidikan agama. Agama sudah mencakup moral, etika, tata krama, adab, cara berpikir, hingga mengatasi nafsu sendiri.
Saya di sini bicara tentang Islam, karena mayoritas dunia Indonesia adalah Islam.
Pendidikan Islam itu gagal panen di hati penganutnya. Mungkin saat ditanam berhasil, tapi untuk perkembangan dan pertumbuhan, dia gagal.
Lihatlah, dominan pada kasus pelecehan yang terjadi pada mahasiswa pasti dilatar belakangi, nilai, kemudahan dalam proses skripsi, dan hal lainnya yang bersangkutan dengan nilai atau skripsi. Ada kecemasan ini, ketakutan tidak lulus, lama dalam proses dan lain sebagainya. Tauhidnya hilang di sini, ketakwaannya kepada Allah hilang, mana yakin ya? Memang yang urus hidup dia adalah oknum tersebut? masa depan cerah itu yang mengaturnya adalah oknum tersebut? Bukan!
Manusia, mau dia dosen kek, mau dia profesor kek, doktor kek, sarjana cumlaude/summa cumlaude, kalau kelakuannya bertentangan dengan syariat, halah! Omong kosong ilmu yang dia punya. Ga berguna ilmu yang dia miliki.
Baru beberapa hari ini lalu juga, guru saya bilang, semoga beliau menganggap saya muridnya, beliau berkata:
“Kalau keadaan sedang kacau, mending diem di rumah.”
Yah, kalau saya boleh memahami dengan pemahaman saya yang ala kadarnya ini, itu kampus, kalau masih kacau, baik dalam sistem, proses skripsimu dan lain lain. Baik juga dalam individu atau hal lainnya, ya sudah lah.. tidak usah kuliah dulu, tunda saja, tidak lulus juga tidak akan dosa dunia dan akhirat. Kita melindungi diri sendiri dari mudharat fitnah (keburukan) yang ada terlebih dahulu.
Ikhtiar itu bukan berarti harus mengambil ikhtiar yang jelas salah, bahkan merugikan diri sendiri kan?
Selama memisahkan diri, carilah cara terbaik. Begitu kan?
Banyak tuntutan memang, kalau pakai logika, banyak alasan. Tapi kalau pakai agama, lepaslah semua kecemasan.
Sekali lagi, saya di sini berbicara dari konteks keagamaan, rasa tauhid yang menimbulkan takwa dan yakin sepenuhnya pada Allah.
Tapi... kembali lagi pada personal masing-masing, saya juga tidak bisa langsung menyampaikan:
“Lu tauhidnya kurang.”
“Agama lu ga kuat.”
“Imanmu ga kuat.”
Orang lagi kena kacau mental kok malah langsung dibawa ke atas, ya janganlah. Biarin saja dulu di bumi, istirahat sebentar, tari napas, buang pelan-pelan, nanti kalau sudah cukup tenaga, baru kita ajak ke atas.
Jadi.. buat teman teman, saudara/i seiman, seperjuangan hak-hak manusia, terutama anak-anak dan perempuan, pejuang perlindungan anak-anak dan perempuan. Yuk, mari sama sama melindungi diri dengan berpikir lebih jernih, memilih tempat dengan tidak lupa memeriksa latar belakang dengan detail.
Jangan sampai kasus dan momok mengerikan bagi perempuan dan anak-anak ini terulang lagi ke depannya. Saya lumayan jijik kalau memikirkan oknum-oknum yang memiliki nafsu liar seperti itu. Dan, saya cukup takut juga sebenarnya kalau sudah berada di dekat laki-laki. Apa pun bisa terjadi.
Ada yang bilang:
Kejahatan itu terkadang bukan karena direncanakan, tapi karena ada kesempatan.
Maka dari itu, yuk mari kita sama-sama tutup kesempatan itu dengan rapat.
Bagi para individu bisa dengan menjaga diri dengan baik, memakai pakaian yang tertutup, menundukkan/menahan pandangan, banyak-banyak mengingat Allah di mana pun, tidak bersolek karena cantik itu bahaya, bagi saya dan masih banyak lagi.
Bagi para orang tua, mari lebih kritis dalam mencari tempat anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan. Kalau bisa, langsung saja ke tempat ulama yang tersohor saja, yang sudah jelas ‘alimnya, karena modern, keren itu tidak menjamin keamanan anak-anak, baik lahir dan batin.
Bagi pemerintah, lebih pengertian lagi saja dengan korban yang terkena kasus, jika hukuman dan proses hukum yang cukup lama dan harus pakai uang. Apakah dipikiran dan hati kalian hanya uang? Uang segalanya? Salah konsep kalau seperti itu. Uang tidak bisa membeli surga dan ridho Allah. Hukuman harus lebih pantas, dan kebijakan pemerintah dalam memerhatikan guru-guru di sekolah, baik berbasis pesantren atau tidak.
Mulailah kebaikan dari diri sendiri, jika bukan dari sendiri, maka dari siapa lagi.
Tidak usah cari orang baik, tapi jadilah baik, nanti kamu akan Allah pertemukan dengan orang baik, insyaa Allah! Semangat!
Tulisan di atas adalah opini saya dari akal dan hati saya yang ala kadarnya, jika ada kesalahan, kekurangan dan menyinggung hati, kepada Allah saya mohon ampun, kepada teman teman sekalian saya minta maaf.
Yang baik dan benar dari Allah, yang salah dari saya.
Wabillaahi taufik wal-hidayah
Wallahu ‘alam bishowwab
Ailsa Digna A
Masya Allah. Syukron kak
BalasHapus